6 Fraksi DPRD Buol Tanda Tangan Tuntutan Tolak Revisi UU Front Jurnalistik

6 Fraksi DPRD Buol Tanda Tangan Tuntutan Tolak Revisi UU Front Jurnalistik

Metrorealitas.com.Sulteng-Buol  Aksi solidaritas Front Jurnalis Buol (FJB) atas penolakan draft Revisi UU tentang Penyiaran mendapat respon DPRD Kabupaten Buol (27/5/2024)

Dengan  tindak lanjut  Rapat Dengar Pendapat (RDP) diruang Bapemperda, Jum’at, 31 Mei 2024.

RDP bersama Front Jurnalis Buol dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Buol dihadiri 6 Fraksi

Fraksi Golongan Karya (Golkar) Srikandi Batalipu, S.Sos, M.AP., Risnawati Saleh (Fraksi PDI-Perjuangan), Suparmin P. Surah (Fraksi PAN) , Ahmad Koloi (Fraksi PKB), Dodi Fitryadi (Fraksi PPP) dan Yaser Butudoka (Fraksi Gerindra) .

Front Jurnalis Buol menyuarakan lima tuntutan, tuntutan inti penolakan RUU Penyiaran dan isu daerah

6 Fraksi DPRD Kabupaten Buol dalam RDP tersebut mendukung aspirasi dari Front Jurnalis Buol yang menolak Draft RUU Penyiaran yang juga berisikan tentang pembatasan Pers melakukan investigasi

“Dengan ini DPRD Kabupaten Buol menyampaikan mendukung aspirasi Front Jurnalis Buol terkait penolakan Revisi Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran,”terang Ketua DPRD Kabupaten Buol, Srikandi Batalipu.

Tak hanya itu, Srikandi mewakili fraksi Golkar dan 5 fraksi DPRD Buol yang hadir juga setuju untuk menyerahkan langsung hasil RDP yang telah disepakati dan ditandatangani dalam surat pernyataan terkait dukungan lembaga legislatif di daerah terhadap penolakan RUU tentang penyiaran kepada DPR RI (Komisi I).

7 poin penting dari draft Revisi UU No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan UU no: 40 tahun 1999 tentang pers

1. Dalam draf RUU Penyiaran ada upaya untuk membedakan antara produk jurnalistik oleh media massa konvensional dengan produk serupa oleh media yang menggunakan frekuensi telekomunikasi. Dalam pasal 1 UU Pers dijelaskan, bahwa penyampaian informasi dari kegiatan jurnalistik dilakukan dalam bentuk media cetak, elektronik, dan semua saluran yang ada. Di sini jelas tidak ada pembedaan antara produk jurnalistik satu platform dengan platform lainnya.

2. Pada pasal 15 ayat (2) huruf c disebutkan fungsi Dewan Pers yang antara lain menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Dengan demikian, sesuai UU Pers, tidak ada lembaga lain yang berfungsi serta memiliki kewenangan untuk menetapkan dan mengawasi KEJ. Sedangkan di pasal yang sama huruf d UU Pers menyatakan, fungsi Dewan Pers memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

3. Draf Revisi UU Penyiaran menyebutkan ditempuhnya mediasi (oleh KPI) jika terjadi sengketa. Itu hanya mungkin dilaksanakan untuk siaran nonberita. Jika dilakukan juga mediasi untuk sengketa pemberitaaan, maka hal ini seolah menafikan keberadaan pasal 15 ayat (2) tersebut, khususnya huruf c dan d UU Pers.

4. Larangan penayangan jurnalisme investigasi di draf Revisi UU Penyiaran juga bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan, bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran. Dampak lainnya, larangan itu akan membungkam kemerdekaan pers. Padahal jelas tertera dalam pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa fungsi Dewan Pers adalah melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain. SIARAN PERS NO. 4/SP/DP/5/2024 Tentang Dewan Pers: Revisi RUU Penyiaran Ancam Kemerdekaan Pers

5. Peniadaan sensor pemuatan berita itu buah dari reformasi. Pers dan masyarakat menghendaki kemerdekaan dalam pemberitaan, sesuai dengan kaidah jurnalistik dan koridor lain yang menuntut tanggung jawab pers. Sangat disayangkan jika kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi itu kembali ditarik mundur dalam kehidupan berbangsa yang seyogianya semakin demokratis.

6. Pada dasarnya pers bekerja bukan untuk diri sendiri atau institusi tempatnya bekerja. Pers bekerja dan menghasilkan karya jurnalistik untuk memenuhi hak publik dalam mendapatkan informasi. Sedangkan hak publik untuk memperoleh informasi adalah hak asasi manusia yang sangat hakiki. Oleh sebab itu, larangan menyiarkan sebuah karya jurnalistik jelas bertentangan dengan hak asasi manusia.

7. Poin-poin di atas mendasari Dewan Pers untuk mengajukan keberatan atau menyampaikan masukan terhadap beberapa pasal dalam draf RUU Penyiaran agar tidak tumpang-tindih atau bahkan kontradiktif dengan UU Pers. Dewan Pers juga telah menggelar rapat bersama seluruh konstituen dan sepakat untuk meminta penundaan revisi RUU Penyiaran dan memastikan pelibatan masyarakat yang lebih luas.

lima (5) tuntutan Front Jurnalis Buol, antara lain:

1. Front Jurnalis Buol Indonesia, dengan tegas menolak draf RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kerja-kerja pers yang berkualitas dan berintegritas.

2. Menolak pengambilalihan tugas Dewan Pers oleh Komisi Penyiaran Indonesia dalam mengawal tugas-tugas jurnalistik

FJI buol aksi tolak revisi UUD pers
Jurnalis front Indonesia buol saat aksi di DPRD Buol tolak revisi UUD pers 29/5/2024

3. Mendesak DPRD Buol agar segera berkoordinasi secara berjenjang untuk melanjutkan aspirasi mereka terkait penolakan terhadap Revisi UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang akan menghambat tugas jurnalis Indonesia.

4. Mendesak DPRD Buol dan Pj. Bupati Buol menghentikan aktivitas tambang ilegal  (PETI) di wilayah Kabupaten Buol.

5. Meminta kebijakan DPRD Buol dan Pj. Bupati untuk keberpihakan terhadap keberadaan dan eksistensi wartawan Buol.

Semua tuntutan aksi FJb ini di aminkan oleh semua anggota fraksi yang hadir dan sekaligus membubuhkan tanda tangan di atas spanduk yang telah di siapkan oleh aksi FJB dan akan menjadikan bahan masukan oleh DPRD Buol ke komisi 1 DPR-RI. Penulis : bambangjogi@gmail.com